Megawati Terlalu Percaya Diri (1)


megawati

Jokowi cium tangan Megawati saat menjadi Gubernur DKI (foto Tribunnews.com)

Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menujukkan powerfullnya selama Kongres IV PDI-P, di Sanur, Bali. Bukan hanya tak punya pesaing di partai yang dikuasainya selama 16 tahun terhitung sejak 1999, ia juga menunjukkan punya kekuasaan lebih dari seorang Presiden.

Sebab kebetulan, presiden saat ini yakni Joko Widodo adalah kader PDIP yang ia calonkan dan sukses. Biarpun sudah menjadi Presiden atau orang nomor satu di Indonesia, bagi Megawati, Jokowi tetap petugas partai. Hal itu berlaku bagi kader PDIP yang berada di jajaran eksekutif dan legislatif.

“Sebagai kepanjangan tangan partai, kalian adalah petugas partai. Kalau enggak mau disebut petugas partai, keluar!” kata Megawati dalam pidato penutupan Kongres IV PDI-P, di Sanur, Bali, Sabtu (11/4) seperti dikutip Kompas.com.

Pernyataan Megawati pun kian menguatkan “perlakuannya” kepada Jokowi saat hadir dalam kongres tersebut. Yakni panitia Kongres sengaja tak mengundang Presiden. Jokowi datang hanya sebagai kader partai. Dengan demikian, tak ada sambutan Jokowi karena dia datang di acara itu bukan sebagai pejabat Negara. Di arena Kongres, Jokowi pun tak diperlakukan sebagai presiden sebagaimana aturan protokol kenegaraan.

Apa yang terjadi di arena Kongres PDIP itu pun seolah menjadi pembenar bahwa sekarang ini ada kekuasaan lain, bahkan lebih berkuasa dibanding lembaga presiden. Kasus kemenangan Pra Peradilan Komjen Budi Gunawan dan rentetannya telah memberikan sinyal kekuatan itu. Bisa dibayangkan jika seorang presidennya saja tak berdaya di hadapan “kekuasaan” Megawati, bagaimana dengan para pembantunya.

Sikap manusiawi Jusuf Kalla yang cenderung membela habis-habisan kasus Budi Gunawan sebagai gambarannya. JK seperti tahu betul bahwa “posisinya” lebih aman mendukung pecalonan BG menjadi Kapolri atau Wakapolri dibanding mengikuti aspirasi publik yang menentangnya. Padahal seharusnya ia ikut menguatkan Jokowi yang berada di tengah-tengah antara publik dan kekuasaan PDIP dalam kasus BG tersebut.

Powefull lainnya Megawati juga ditunjukkan, masih dalam pidato yang sama, yang menggambar dirinya seolah seperti seorang Presiden karena memiliki kader loyal dari Sabang sampai Marauke. “Kalau saya ini seperti presiden, karena anak buah saya banyak, dan itu sampai di tingkat ranting, kalau pemerintah sampai di RT saya punya anak ranting mungkin di bawahnya,” papar Megawati.

Presiden Ke-5 Indonesia itu juga mengaku seluruh kader- PDIP sangat patuh kepadanya, bahkan menurutnya kader PDIP lebih patuh ketimbang rakyat Indonesia. “Kalau saya minta bergerak semua bergerak,” imbuh Ketua Umum PDIP yang kini berusia 68 tahun itu.

Tentu Megawati tak akan membuat pidato seperti itu jika presidennya dari partai lain, bukan Jokowi, petugas partai PDIP. Memang mestinya Megawati tak pantas memperlakukan Jokowi yang kini menjadi Presiden Indonesia. Semua orang ini agar lembaga kepresidenan dihormati.

Bukankah selain (kebetulan) sebagai Ketua Umum sebuah partai, Megawati juga seorang rakyat Indonesia? (bersambung)

Lanjutan: Megawati Terlalu Percaya Diri (2)